Gloria Fransisca K. Lawi, Bisnis Indonesia, Rabu 7 Juni 2017
Pelaku usaha angkutan barang dan jasa kurir sudah bersiap-siap menghadapai lonjakan volume pengiriman barang selama Ramadan sampai dengan Lebaran. Namun, lonjakan volume itu belum berbanding lurus dengan keuntungan yang bisa diraup.
Gemilang Tarigan, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo), mengatakan angkutan logistik selama musim Ramadan memang diprediksi naik 30% ketimbang hari biasa. Sayangnya, kenaikan angka itu berbanding lurus dengan volume kendaraan yang memadati jalan raya sehingga meningkatkan kemacetan.
“Macetnya, sebanding dengan kenaikannya. Jadi, di samping biaya naik, ritasenya jadi turun,” kata Gemilang kepada Bisnis, Senin (5/6).
Dia menceritakan sopir truk kontainer yang menempuh jarah 100 kilometer untuk pulang-pergi biasanya hanya membutuhkan waktu 12 jam-14jam. Namun, waktu tempuhnya akan membengkak menjadi 20 jam-40 jam karena bersamaan dengan momentum mudik Lebaran.
“Tambahan waktu dan biaya ini yang menggerus keuntungan [dari 30%] itu tepatnya,” jelasnya.
Umumnya, dia menuturkan peningkatan permintaan terjadi karena industri hendak mendistribusikan barangnya sebelum pembatasan operasional angkutan logistik pada H-4 hingga H+3 Lebaran.
Oleh karena itu, volume operasional angkutan logistik mengalami lonjakan mencapai 30% dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Namun, lonjakan volume angkutan tak diiringi dengan keuntungan bagi pelaku usaha.
Gemilang mengeluhkan persoalan utilisasi yang rendah akibat tingkat kemacetan yang tinggi. Dampaknya, biaya perjalanan menjadi lebih besar dibandingkan dengan saat lalu lintas relative normal pada bulan sebelumnya.
JASA KURIR
Senada juga disampaikan Ketua Umum DPP Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres Pos dan Logistik Indonesia (Asperindo) M. Feriadi memprediksi jasa kurir akan menghadapi peningkatan volume pengiriman barang sekitar 30%. Kenaikan pengiriman sudah terjadi pada pekan kedua Ramadan.
Tak heran jika sejumlah perusahaan pengiriman ekspres sudah melakukan persiapan jauh hari untuk menghadapi pelonjakan kiriman. Feriadi yang juga Presiden Direktur PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) sudah menyiapkan amunisi di bidang SDM hingga perbaikan infrastruktur.
Untuk kebutuhan pengiriman paket dalam e-commerce, JNE bahkan menyiapkan pesawat kargo khusus. Di lain pihak, JNE juga ingin mendorong peningkatan penjualan pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM).
JNE juga menambah sebanyak 15.000 lebih SDM dari sekitar40.000 personel yang sudah ada di seluruh Indonesia. Dengan posisi itu, JNE memiliki 55.000 karyawan yang siap melayani pelanggan dan menangani seluruh aktivitas operasional pada musim puncak Lebaran.
Untuk armada, perusahaan itu menyiapkan 7.000 unit yang sudah ada, ditambah sebanyak lebih dari 1.500 unit kendaraan pengantar paket di semua wilayah dari berbagai macam jenis kendaraan, seperti mobil, truk berukuran kecil sampai dengan besar.
“Kami [Asperindo] optimistis volume bisa lebih dari 30%. Volume yang naik, tapi cost yang naik tentu tidak akan membuat keuntungan naik, justru itu makanya kami selalu ingin berusaha untuk bekerja secara efisien dan efektif,” ujar Feriadi.
Beberapa biaya yang sia-sia dalam proses pengiriman adalah ketika alamat tidak jelas. Hal itu bisa membuat pengiriman barang gagal. Oleh karena itu, kini Asperindo mendorong penggunaan teknologi dalam jasa kurir seperti penggunaan Global Positioning System (GPS) yang memudahkan jalur pengantaran. “Biaya yang mendominasi masih di Surat Muatan Udara [SMU],” kara Feriadi.
Dia menjelaskan kereta api bisa menjadi moda alternatif mengingat tingginya SMU untuk moda transportasi udara. Namun, dia menilai pengiriman ekspres tetap memakai jalur udara karena karakteristik Indonesia sebagai negara kepulauan.
Pelaku usaha logistik masih bersyukur karena lalu lintas adalah indikator kehidupan perekonomian. Selama moda transportasi bisa bergerak, arus barang bisa berjalan lebih lancer.