Publication Detail
Mengukur Efektifitas Supply Chain

labsistemtmip

Performance suatu supply chain apakah efektif atau tidak dapat diukur dengan menggunakan suatu indikator.  Indikator yang digunakan dalam mengukur performance tersebut dikenal dengan Key Performance Indicator (KPI). KPI biasanya diperoleh dari hasil benchmarking terhadap literatur, artikel, jurnal, annual report suatu perusahaan publik dan sebagainya.

Penggunaan KPI sebagai pengukur Supply Chain menjadi efektif karena KPI berisi kriteria-kriteria yang diharapkan terhadap output dari supply chain yang ada.  Berikut ini adalah beberapa indikator yang dapat digunakan:

1.      Dalam faktor perencanaan (Planning).

Supply chain yang efektif adalah supply chain yang mempunyai perencanaan dimana perencanaan ini dimulai dengan supply chain design dilanjutkan dengan tahap implementasi dan evaluasi yang diikuti dengan continous improvement.

 Pelaksanaan dari perencanaan yang ada.

Perencanaan dari supply chain yang sudah ditetapkan harus dilakukan dan terus dilakukan evaluasi, sehingga indikator efektivitas dari point ini adalah membandingkan perencanaan yang ada dengan implementasinya.

 Detailed supply chain planning.

Perencanaan dalam supply chain harus merupakan sesuatu yang terperinci dalam pengertian adanya batas waktu pelaksanaan, pelaksana yang bertanggung jawab dan diadakan evaluasi.  Evaluasi ini mencakup permasalahan dari implementasi perencanaan yang ada beserta solusi yang ditawarkan pada periode selanjutnya.

 

2. Dalam faktor Information System.

Transisi model manajemen sebagian besar diakibatkan oleh ketepatan waktu penyajian informasi manajemen dengan dukungan perangkat lunak, perangkat keras dan programmer. Walaupun demikian, tidak jarang sistem informasi masih dipandang sebelah mata, yakni hanya sebagai pengolahan data dan statistik (Yanuar, 2003). Kebutuhan informasi yang cepat dan tepat merupakan sesuatu yang sangat significant sekali dalam mengimplementasikan supply chain sebagai salah satu strategi bersaing perusahaan. Memang dalam mengadopsi sistem informasi kedalam implementasi supply chain membutuhkan biaya yang sangat besar, namun perlu dipertimbangkan karena biaya melakukan kesalahan akibat kehilangan informasi yang akurat dan cepat atau biaya kehilangan peluang yang ada akibat mengadopsi sistem informasi jauh lebih besar dibandingkan biaya yang dibutuhkan utnuk membangun sistem informasi (Donovan, 2003). Dibawah ini merupakan kriteria dalam suatu sistem informasi sebagai pendukung dalam implementasi supply chain:

 

Integrated system/ real time communication.

Dalam implementasi supply chain sistem informasi yang terintegrasi memegang perananan yang sangat penting sekali, salah satunya untuk meningkatkan fungsi integrasi diantara rantai pasokan barang yang ada. Mengenai sistem informasi ini Ramalhinho (October, 2002) mengatakan sebagai berikut: "The key to success in Supply Chain Management (SCM) require heavy emphasis on integration of activities, cooperation, coordination and information sharing throughout the entire supply chain, from supplier to customer". Ukuran dari sistem yang terintegrasi ini dilihat dari apakah adanya kelebihan produksi, keterlambatan atau kesalahan produksi yang disebabkan tidak adanya informasi terintegrasi antara bagian pemasaran, produksi dan pembelian bahan baku. Sistem yang terintegrasi inilah yang memungkinkan adanya komunikasi yang realtime. Hanfield dalam bukunya Supply Chain Redesign mengatakan sebagaii berikut yang berkaitan dengan pentingnya komunikasi dalam supply chain (2002:16):  "The improvement of supply chain relationship occurs through a great deal of communication and problem solving activities between organization, including joint improvement projects, shared training programs, co-location of personnel, workshop presenting corporate plans, as well as meeting between the perspective organizations' personnel at all levels of the organization from top management to hourly employees."

 

DSS / Expert system.

Decision-Support System (DSS) merupakan hal yang sangat dibutuhkan dalam implementasi supply chain, karena supply chain dihadapakan keputusan yang demikian bervariasi dan kompleks (Levi.,et al, 2000:264). Salah satu aplikasi DSS digubakan dalam menentukan jumlah pembelian bahan baku secara cepat dan akurat. Banyak inovasi yang bisa dilakukan dalam aplikasi DSS, bukan hanya pada penentuan jumlah pemeblian bahan baku tapi sampai tahap networking. Village Software (2003) mengatkan sehubungan dengan pentingnya DSS dalam supply chain sebagai berikut: "The related areas of Decision Support and Management Information System are critical in competitive environments. If an organisation has good transaction processing systems valuable data can be made available to help management".  Ukuran kriteria ini dilihat dari ada tidaknya DSS yang dimiliki oleh perusahaan dalam mendukung implementasi supply chain.

 

Consumer management.

Hal ini berbicara mengenai pengelolahan hubungan antara perusahaan dengan pelanggan. Pengukurannya dilakukan dengan melihat apakah ada usaha khusus yang dilakukan oleh perusahaan dalam membangun hubungan dengan pelanggan, misalnya dengan pengembangan Customer Relationship Managemnet (CRM), dan yang kedua adalah dengan melihat apakah hubungan yang baik tersebut membantu perusahaan dalam melakukan perencanaan dalam pembelian bahan baku. Modul atau aplikasi CRM biasanya digunakan oleh departemen penjualan dan pemasaran untuk memproses penawaran dan order penjualan dengan tujuan menciptakan hubungan dengan pelanggan yang lebih baik. Modul-modul CRM juga membantu menganalisa kebiasaan konsumen dan membuat perencanaan pada penjualan

 

Catalogue management.

Catalogue management memusatkan diri pada pengenalan produk perusahaan kepada pelanggan, baik secara pasif maupun aktif, dimana dilihat apakah ada penerapan IT dalam memeperkenalakan produk perusahaan. Pasif disini dalam pengertian adanya fasilitas yang digunakan oleh pelanggan untuk memiliki akses terhadap produk perusahaan. Aktif dalam pengertian perusahaan yang berinisiatif memperkenalkan kepada pelanggan.

 

Order management.

Adanya kemudahan pelanggan dalam melakukan pemesanan merupakan sesuatu yang perlu diperhatikan. Pengukurannya dilakukan dengan melihat keluhan pelanggan dalam melakukan pemesanan.

 

Accurate costing per customer.

Biaya supply chain secara keseluruhan seharusnya dapat diketahui, sehingga dapat diketahui biaya yang sebenarnya setiap pelanggan.

 

Cost added and value added analysis.

Adanya analisa yang dilakukan untuk membedakan kegiatan-kegiatan yang hanya menambah biaya (non-valu added) dan yang memberikan nilai tambah.

 

3. Dalam faktor Goods.

Persediaan merupakan hal yang cukup penting untuk diatur dengan baik. Persediaan dalam konteks ini berbicara mengenai bagaimana mengatur persediaan bahan baku yang ada, baik dalam hal pengadaannya maupun pendistribusian bahan baku tersebut untuk kebutuhan produksi. Namun hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa kebutuhan bahan baku tersebut tidak akan diketahui tanpa sebuah informasi. Hal inilah yang membuat bahwa bahan baku dan informasi merupakan dua hal yang berdampingan.

 

 

 

 

 

Periodic inventory policy review.

Kebijakan disini misalnya kebijakan mengenai tingkat pemesanan kembali. Adanya evaluasi terhadap kebijakan persediaan, dimana evaluasi ini disesuaikan dengan kebutuhan yang ada. Pembelian bahan baku sesuai dengan proporsi kebutuhan pelanggan.

 

Sentralisasi inventory.

Sentralisasi disini bukan dalam pengertian fisik, tetapi lebih kearah perencanaan yang terintegrasi dari keseluruhan mata rantai mengenai persediaan bahan baku, dimana dalam kondisi yang ideal informasi kebutuhan persediaan bahan baku berasal dari berbagai departemen, baik departemen pemasaran maupun produksi. Pengukurannya dilihat pada rapat koordinasi yang terjadi sampai implementasi dari koordinasi tersebut yang mengarah pada perencanaan pengadaan bahan baku.

 

Melakukan reorder point pada tingkat yang direncanakan.

Pengukurannya dilihat pada implementasi pemesanan kembali. Mengoptimalkan pembelian barang (good price, good quality).  Adanya usaha yang dilakukan untuk mendapatkan barang dengan harga dan kualitas yang bagus, sehingga dilakukannya seleksi terhadap supplier yang ada.

 

4. Dalam faktor Organization.

Sistem organisasi yang baik harus dibuat dalam mendukung implementasi supply chain yang ada, dalam rangka menciptakan supply chain yang efektif. Tidak jarang alur pasokan barang tertunda karena proses aministrasi yang banyak seperti terlalu banyaknya pengecekan kembali yang bersifat non-value activity. Manajemen berdasarkan proses. Salah satu kunci dari suksesnya implementasi supply chain adalah perubahan dari organisasi fungsional menjadi organisasi horisontal. Kunci dari organisasi horisontal adalah organisasi yang disusun berdasarkan prosesbukan berdasarkan fungsi. Dengan adanya perubahan ini maka pembentukan perspektif integrasi akan lebih mudah pada diri karyawan karena perspektif integrasi ini merupakan salah satu hambatan yang seringkali terjadi dalam implementasi strategi usaha (Eksekutif September 2003:53)

 

Komunikasi yang terbuka antar rantai.

Komunikasi antar mata rantai harus dilakukan secara rutin, transparan dan terbuka.

 

 

 

 

Shared Culture.

Hal ini berbicara mengenai komunikasi yang dibangun dari top level management kepada karyawan mengenai implementasi supply chain yang ada berupa sharing yang akhirnya dibangun menjadi suatu budaya perushaan. Melalui pendekatan baik formal maupun informal akan tercipta perubahan paradigma karyawan dari pola pikir yang sempit kearah pola pikir yang dapat melihat gambaran besar dari aktivitas yang ia lakukan, karena supply chain berbicara mengenai pemikiran yang terintegrasi dalam keselurahan rantai yang ada (semua proses produksi).

 

Managing People.

Sumber daya manusia merupakan hal yang sangat perlu diperhatikan dalam implementasi suatu strategi, karena sumber daya manusialah yang menjadi ujung tombak keberhasilan dari implementasi tersebut. Hal inilah yang membuat perlunya training dan pembinaan yang cukup terhadap kompetensi dan keahlian yang dibutuhkan karyawan dalam mengerjakan tanggungjwabnya. Tanpa memberikan training dan pembinaan yang tepat maka implementasi supply chain akan gagal atau memiliki performance yang buruk. Salah satu contohnya adalah training kepada karyawan ketika perusahaan mengadopsi suatu sistem informasi yang baru atau melakukan up-grade dalam rangka mengimplementasikan supply chain.

 

5. Dalam faktor Strategic Partnering.

Dengan adanya kompetisi yang semakin ketat, perusahaan banyak menempuh cara partnering sebagai cara yang jitu untuk mengintegrasikan supply chain dari mata rantai yang paling hulu sampai mata rantai yang paling hilir. Kemitraan bisnis didefinisikan oleh Poirier dan Reiter, sebagaimana dikutip oleh Indrajit sebagai berikut: "Is process through which the involved parties establish and sustain a competitive advantage over similar entities, through pooling resources in trusting atmosphere focused on continuous, mutual improvement" (Poirier and Reiter, 1996).

 Kriteria untuk strategic partnering adalah sebagai berikut: Partner as operational part of supply planning. Misalnya dengan melibatkan dalam perencanaan pebeliaan bahan baku. Sistem informasi terpadu, misalnya: Vendor Managed Inventory (VMI). Adanya kepercayaan antar partner, misalnya penukaran informasi melalui Electronic Data Interchange (EDI).  Proyek bersama, misalnya: iklan bersama, design produk. Pembatasan jumlah supplier (preferred supplier).

 

6. Dalam faktor supply chain process audit & continuous improvement.

Aktivitas supply chain merupakan sesuatu yang perlu diaudit dalam rangka untuk mengadakan perbaikan-perbaikan yang diperlukan.  Perbaikan dalam pengertian mencari solusi dari hambatan terhadap implementasi supply chain yang ada. Hambatan dalam konteks ini adalah suatu kondisi dimana supply chain tidak dapat dilakukan seperti kondisi supply chain yang ideal. Selain mencari solusi juga sebagai evaluasi apakah karena kriteria supply chain yang ideal tersebut tidak sesuai dengan kondisi perusahaan jika tetap dipaksakan untuk dilakukan.


http://labsistemtmip.wordpress.com/2010/01/06/mengukur-efektifitas-supply-chain/


Back to List

Copyright © 2015 Asosiasi Logistik Indonesia. All Rights Reserved