Rmol.com, Kamis 20 April 2017
RMOL. Pelaku usaha menyambut gembira rencana pemerintah memangkas biaya layanan di pelabuhan. Karena, biaya logistik di Indonesia dinilai tinggi, bahkan termahal di ASEAN. Hal itu terjadi antara lain disebabkan terlalu banyaknya jenis pungutan.
Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita membeberkan jenis layanan di pelabuhan yang tarifnya tinggi dan tidak wajar sehingga harus dikaji. Antara lain, tarif terminal handling charges (THC).
"Selain tarif (THC) tinggi. Itu sampai sekarang tarif masih menggunakan dolar AS. Biaya yang dibebankan untuk ukuran 20 kaki dengan kondisi full container load mencapai 95 dolar AS per books," ungkap Zaldy kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Dia menuturkan, pembayaran menggunakan mata uang dolar AS memberatkan pelaku usaha. Tarif menjadi tidak pasti karena tergantung pergerakan kurs. Menurutnya, ketentuan itu harus dievaluasi. Apalagi, pemerintah sendiri inginkan semua transaksi di dalam negeri memakai rupiah.
Selain tarif THC, Zaldy menyebutkan pengenaan tambahan biaya pada pelayanan inventory, pemeriksaan kontainer, dan cost recovery. Dia ingin pengenaan biaya-biaya tambahan harus dievaluasi. Karena, terlalu banyaknya tambahan biaya menyebabkan biaya logisitik membengkak.
"Ongkos logistik Indonesia tercatat paling mahal di ASEAN. Biaya logistik pelabuhan Indonesia mencapai 27 persen. Sementara negara tetangga, seperti Thailand hanya 15 persen dan Vietnam dan Malaysia 13 persen," ungkapnya.
Dia mengungkapkan, tarif layanan di pelabuhan tidak pernah mengalami penurunan selama 10 tahun terakhir.
Dia menilai, tingginya layanan di pelabuhan disebabkan pengelolaan pelabuhan yang hanya dikelola Pelindo. Pengelolaan oleh satu perusahaan rentan terjadi monopoli. Saat ini semua biaya di pelabuhan diatur dan seragam. Tidak ada kompetisi harga dan service level.
"Swasta harus diberikan kesempatan masuk. Karena, biasanya kalau ada kompetitor terjadi persaingan layanan yang pada akhirnya bisa berimbas kepada penurunan tarif," ungkapnya.
Wakil Ketua Umum ALI Mahendra Rianto menyebutkan beban yang ditanggung pengusaha untuk mengambarkan mahalnya layanan di pelabuhan.
"Ada sebuah perusahaan mengaku mengeluarkan biaya antara Rp 60 juta-80 juta untuk membayar jasa-jasa pelayanan. Selama satu tahun, mereka kurang lebih harus menguras Rp 960 juta. Itu belum termasuk pungli-pungli ya," ungkap Mahendra.
Melihat biaya itu, Mahendra menilai, untuk memangkas biaya logistik tidak cukup hanya dengan melakukan pemberantasan pungli dan pemangkasan peraturan. Menurutnya, selain memperbaiki struktur tarif layanan, untuk menekan biaya logistik, pemerintah harus melakukan pembangunan jalur logistik.
"Indonesia memiliki posisi strategis di pasar logistik karena memiliki volume perdagangan dan populasi dalam jumlah besar. Sayang jika tidak dioptimalkan. Selama ini Indonesia kurang menarik karena biaya logistiknya tinggi," katanya.
Seperti diketahui, dua hari lalu, Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menggelar rapat dengan sejumlah instansi terkait membahas tarif layanan di pelabuhan.
Mereka yang hadir antara lain, perwakilan dari Kementerian Perhubungan (kemenhub), Pelabuhan Indonesia II, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kementerian Keuangan (kemenkeu), PT Kereta Api Indonesia, dan PT Cikarang Dryport. Hasilnya, mereka menyimpulkan biaya logistik masih mahal. Untuk itu, pemerintah akan melakukan evaluasi terhadap struktur biaya peyanan di pelabuhan.
Menurut Luhut, biaya layanan akan diperiksa satu per satu. Hari ini rencananya peserta rapat tersebut akan menggelar rapat kembali hari ini untuk membahas lebih lanjut evaluasi tarif layanan di pelabuhan.
Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub, Tonny Budiono menyatakan mendukung langkah Menteri Luhut. Menurutnya, pemerintah memang hendak mencari instrumen tarif logistik agar produk dalam negeri bisa bersaing dengan negara lain, dan menarik para pengusaha asing untuk bongkar muat di Indonesia.
Sumber:
http://ekbis.rmol.co/read/2017/04/20/288383/Pengusaha-Keluhkan-Mahalnya-Tarif-Dolar-&-Biaya-Kontainer-