Puput Ady Sukarno, Bisnis Indonesia, Jumat 28 April 2017
JAKARTA – Keputusan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mencabut persyaratan kepemilikan modal di empat sektor usaha angkutan laut dinilai bisa memicu maraknya perusahaan transportasi yang berperan sebagai broker.
Direktur National Maritime Institute (Namarin) Jakarta Rusdi mengatakan penilaian itu merespons keluarnya Permenhub No. PM 24/2017 tentang Pencabutan Persyaratan Kepemilikan Modal Usaha Bidang Pengusahaan Angkutan Laut, Keagenan Kapal, Usaha Bongkar Muat dan Badan Usaha Pelabuhan.
“Untuk jenis usaha angkutan laut, bongkar muat, dan badan usaha pelabuhan ini kan bidang usaha yang justru butuh perusahaan bonafide, kalau tidak, bagaimana mereka mau investasi,” ujarnya, Kamis (27/4).
Menurutnya, beleid Permenhub PM 24/2017 sebagai langkah mundur setelah empat sektor usaha yaitu pengusahaan angkutan laut, keagenan kapal, bongkar muat dan badan usaha pelabuhan (BUP) tidak lagi ada batasan modal.
Padahal, keempat jenis usaha itu seharusnya dilayani oleh perusahaan yang bonafide sehingga memerlukan persyaratan yang ketat, termasuk rasio kecukupan modalnya.
Dia juga heran usaha bongkar muat yang tidak perlu memiliki modal sehingga hanya akan mengandalkan peralatan dari operator pelabuhan seperti PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II.
Selama ini, menurutnya, Pelindo II yang membeli alat bongkar muat karena PBM selaku mitra tidak melaksanakan investasi pembelian alat bongkar muat.
Padahal, PBM mendapatkan izin mengelola dermaga, terdapat perjanjian untuk melakukan investasi, kendati realisasinya tidak terpenuhi.
Untuk perusahaan pelayaran, dia menyarankan juga diperketat karena perusahaan pelayaran harus sehat dan bonafide.
“Misalkan sewa, kalau modalnya cekak, yang ada sewa kapal seadanya, padahal ini kan menyangkut keselamatan pelayaran,” tegasnya.
Saat ini, sudah banyak pemilik Surat Izin Perusahaan Angkutan Laut (SIUPAL) yang justru bergerak di keagenan kapal.
“Kalau khusus usaha keagenan ini, saya sangat setuju tidak perlu pakai persyaratan modal,” terangnya.
Untuk jenis usaha BUP seharusnya juga tidak dibebaskan dari persyaratan kepemilikan modal.
Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita menyatakan pencabutan persyaratan kepemilikan modal ada empat jenis usaha angkutan laut bisa menimbulkan masalah besar, karena bisa memunculkan perusahaan makelar.
Menurutnya, bisnis pelabuhan dan angkutan laut membutuhkan modal yang besar.