Puput Ady Sukarno & Hendra Wibawa, Bisnis Indonesia, Rabu 3 Mei 2017
JAKARTA – Asosiasi Badan Usaha Pelabuhan Indonesia mempertanyakan kelanjutan proses konsesi pelabuhan dari pemerintah untuk Badan Usaha Pelabuhan Swasta.
Aulia Febrial Fatwa, Ketua Umum Asosiasi Badan Usaha Pelabuhan Indonesia (ABUPI), mengatakan bahwa proses mendapatkan izin konsesi pelabuhan bagi Badan Usaha Pelabuhan (BUP) swasta terhenti sejak pertengahan 2016. Penghentian proses itu meyusul ada pergantian menteri perhubungan dari Ignasius Jonan kepada Budi Karya Sumadi.
“Kami mempertanyakan masalah kelanjutan proses konsesi pelabuhan untuk BUP swasta. Ini kan proses konsesinya lagi berhenti, nah kami tidak tahu kenapa,” ajarnya kepada Bisnis, Selasa (2/5).
Setidaknya, 18 unit BUP swasta yang siap mengajukan proses konsesi pelabuhan dan terminal agar bisa melayani kepentingan umum secara permanen.
“Pada Juni atau Juli sudah masuk proposal masing-masing BUP swasta itu, tapi di tengah perjalanan ternyata ada pergantian menteri, dan progresnya sampai kini kami dengar diberhentikan,” paparnya.
Dari 18 unit BUP swasta yang mengajukan proposal, imbuhnya, sudah ada tiga BUP atau empat BUP swasta yang telah mendapatkan konsesi, sementara selebihnya terhenti.
Saat ini, ada aturan baru bahwa terminal untuk kepentingan sendiri (TUKS) dan terminal khusus (Tersus) yang ingin melakukan pelayanan umum konsesinya harus segera diajukan. Bila tidak, tegasnya, pelayanan umum TUKS dan Tersus akan dicabut. “Nah, tapi ini kabarnya berhenti, tidak tahu kenapa penyebabnya,” terangnya,
Auli sudah mempertanyakan mengenai alasan diberhentikannya proses mendapatkan konsesi kepada masing-masing BUP swasta yang juga turut mengajukan proposal konsesi.
Dia berharap kejelasan status proses konsesi tersebut segera diperoleh. Apalagi hal tersebut juga merupakan amanat Undang-Undangn No. 17/2008 tentang Pelayaran serta aturan turunannya.
“Kami harapkan bagi BUP swasta yang siap melakukan konsesi maka diteruskan saja proses konsesinya,” terangnya.
Menurutnya, kejelasan proses tersebut menjadi penting karena menyangkut kepastian hukum berusaha. Dia menilai pengusaha tidak akan bisa melakukan pengembangan usaha tanpa adanya kejelasan hukum dalam berusaha.
Sesuai dengan beleid Peraturan Menteri Perhubungan No. 15/2015 tentang Konsesi dan Bentuk Kerjasama Lainnya Antara Pemerintah Dengan Badan Usaha Pelabuhan Di Bidang Kepelabuhanan disebutkan operator pelabuhan swasta harus menandatangani konsesi baru.
Dalam beleid itu, Kemenhub menyaratkan penyerahan aset tidak bergerak ketika masa konsesi berakhir. Sementara itu, aset bergetak dimungkinkan untuk kembali menjadi milik BUP atau dijual kepada pemerintah sesuai dengan harga buku.
TAK DIPERSULIT
Dewan Pembina ABUPI Zaldy Ilham Masita meminta Kemenhub tidak mempersulit masalah konsesi untuk BUP swasta. Selain itu, dia juga berharap Kemenhub tidak menarik tarif untuk konsesi karena pemerintah sudah mendapat keuntungan dengan infrastruktur yang dibangun oleh BUP swasta.
Sementara itu, Direktur Pelabuhan dan Pengerukan Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub Mauritz M. Sibarani menyatakan saat ini kelanjutan terkait proses konsesi pelabuhan oleh BUP swasta masih tetap berlangsung dan tidak diberhentikan.
Untuk mendapatkan izin konsesi tersebut, dia mengatakan memang tidak mudah, dan harus melalui beberapa tahapan tertentu sehingga membutuhkan waktu yang tidak singkat.
“Biasanya kalau ada yang mandek karena persyaratannya tidak lengkap atau lahannya belum bisa dibuktikan bahwa itu miliknya,” ujarnya.
Mauritz menjelaskan telah terdapat tida BUP yang sudah tandatangan konsesinya. Ketiganya adalah PT. Wahyu Samudra Indah (Jambi), PT. Krakatau Bandar Samudra (Banten), dan PT. Karya Citra Nusantara (Marunda).
“Selain itu terdapat sekitar sepuluh lagi yang masih proses. Beberapa sedang audit oelh BPKP dan yang lainnya kami masih menunggu data yang kurang,” tegasnya. (Hendra Wibawa)