Redaksi, Bisnis Indonesia, Jumat 2 Juni 2017
JAKARTA – Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia mengeluhkan masih maraknya pelayaran asing yang mengutip uang jaminan peti kemas impor di Pelabuhan Tanjung Priok.
Sekretaris Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta Adil Karim menyatakan kutipan itu masih dilakukan pelayaran global melalui agennya kendati sudah ada Surat Edaran (SE) Ditjen Perhubungan Laut No. UM.003/40/II/DJPL-17 tentang Penerapan Jaminan Petikemas.
Oleh karena itu, ALFI mendedak Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan memberikan sanksi terhadap perusahaan pelayaran asing pengangkut ekspor impor melalui agennya yang melanggar aturan itu.
Menurutnya, sanksi itu perlu ditegakkan supaya semua pemegaku kepentingan patuh pada aturan yang berlaku di Indonesia.
“Kami juga mengimbau pemilik barang tidak menggunakan perusahaan pelayaran global yang tidak mau taat pada aturan hukum dan regulasi di Indonesia,” ujarnya,” Rabu (31/5).
Dia mengapresiasi keluarnya SE yang mengatur uang jaminan kontainer impor di Indonesia untuk menekan biaya logistik yang dikeluhkan mayoritas pebisnis nasional.
“Kami menerima keluhan soal ini dari perusahaan anggota kami. Makanya perlu ada sanksi bagi pelayaran yang melanggar itu. Saatnya kita benahi soal biaya logistik ini,”paparnya.
Sekjen BPP Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Erwin Taufan menyatakan hal yang sama.
Untuk di pelabuhan utama lainnya seperti Belawan, soal uang jaminan peti kemas impor itu masih tetap ditarik oleh pelayaran asing.
“Saya alami sendiri da nada buktinya bahwa kapal asing lewat agennya masih kutip uang jaminan peti kemas tersebut,” ujarnya.
TERUS SOSIALISASI
Sementara itu, Direktur Lalu Lintas Laut Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub Bay M. Hasani mengatakan sosialisasi terhadap aturan itu akan dilakukan terus menerus.
“Kita tunggu implementasinya sebulan atau 2 bulan dahulu. Yang melanggar nanti pasti kena sanksi,” ujarnya kepada Bisnis.
Kemenhub mengatur soal uang jaminan peti kemas untuk kegiatan impor karena dinilai membebani biaya logistik. Aturan itu dituangkan melakui SE Dirjen Perhubungan Laut No. UM.003/40/II/DJPL-17.
Dalam beleid itu disebutkan selama ini pengenaan uang jaminan peti kemas impor oleh perusahaan pelayaran asing atau agennya di Indonesia kepada penerima barang (consigne) atau yang mewakilinya dalam ini perusahaan forwarder berdampak pada tingginya biaya logistik.
Dengan adanya aturan tersebut, jaminan peti kemas impor tidak perlu lagi berbentuk uang sebagaimana yang disetorkan consigne atau kuasanya kepada perusahaan pelayaran maupun agennya di Indonesia. Jaminan itu hanya cukup dengan surat penyataan di atas materai cukup.
Dalam SE itu ditegaskan terkait jaminan peti kemas impor consigne hanya wajib membuat pernyataan bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan peti kemas dengan bermaterai cukup yang disampaikan kepada perusahaan pelayaran.
Bila consigne menunjuk kuasanya (forwarder) maka kuasa yang ditunjuk itupun musti membuat pernyataan yang sama. Namun dalam hal ini penanggung jawab atas kerusakan/kehilangan peti kemas tetap berada pada consign/pemilik barang sesuai nama yang tercantum dalam dokumen bill of loading (B/L).
Dalam beleid itu juga disebutkan perusahaan pelayaran/agennya dapat melakukan evaluasi terhadap consigne-nya yang baru menggunakan jasa pelayaran tersebut atau apabila barang yang diangkut berpotensi dapat merusak peti kemas, maka pelayaranan dapat mengevaluasi apakah akan mengenakan uang sebagai jaminan pemakaian kontainernya atau hanya cukup menyampaikan surat penyataan.
Bila hasil evaluasi pelayaran, consigne harus tetap menaruh uang jaminan maka pengembalian uang jaminan kontainer itu harus sudah dikembalikan paling lambat 6 hari kerja setelah kontainer kosong ada di depo. (K1)