Rivki Maulana, Bisnis Indonesia, Rabu 30 Agustus 2017
Raut wajah Bay M. Hasani terlihat gugup. Pria yang ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Perhubungan Laut sejak 5 hari silam itu tak seperti biasanya yang ramah meladeni pertanyaan pewarta. Bay kali ini menghindar dari wartawan.
Dalam acara perkenalan tiga Plt di Kantor Kementerian Perhubungan, Senin (28/8), Bay juga irit bicara. Dia hanya memperkenalkan diri tanpa ada kalimat basa-basi. Dua Plt lain, yakni Umiyatun Hayati Triastuti dan Hindro Surahmat sedikitnya melontarkan sekapur sirih sebagai tanda perkenalan.
Bay tampaknya canggung. Terlebih dia ditanya soal praktif mafia tender di lingkungan Ditjen Perhubungan Laut. Bay juga ditanya soal tindakan yang akan dilakukan direktorat yang dipimpin terhadap perusahaan-perusahaan yang terjerat dugaan kasus suap.
Atas pertanyaan itu, Bay menjawab secara diplomatis dan hati-hati. “Saya tidak bisa berkomentar karena itu langkah penyidik. Termasuk juga soal mafia yang disebut Pak Tonny, silakan tanya ke Beliau,” jelas Bay.
Sebagaimana diketahui, Dirjen Perhubungan Laut telah ditetapkan sebagai tersangkan kasus dugaan suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (24/8) pekan lalu. Dugaan suap terkait dengan proyek pengerukan di Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang.
Selepas acara perkenalan yang singkat itu, Bay segera beranjak. Dia menegaskan hendak melanjutkan rapat dengan pimpinan Kemenhub. Enam kamera dari pewarta elektronik segera menyorot Bay. Pun dengan wartawan lain berusaha mengorek keterangan darinya. Dalam tempo dua menit, Bay pun berlalu menuju lift.
Harus diakui, tugas berat memang berada di pundak Bay. Citra dan reputrasi Ditjen Perhubungan Laut tengah tercoreng Tonny diciduk KPK. Bahkan, penahanan Tonny hanya selang waktu 18 bulan dengan penahanan Bobby Reynold Mamahit juga tersangkut kasus suap.
Kasus yang menjerat Tonny juga terbilang “tangkapan kakap”. Pasalnya selain melibatkan pejabat eselon I, KPK menyita uang tunai dari beragam mata uang dan kartu ATM senilai Rp. 20,47 miliar suatu jumlah terbesar selama operasi tangkap tangan yang digelar KPK.
Bay mengatakan, untuk mencegah kebobolakn lagi, pihaknya bakal meminta pengawalan dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk program prioritas Ditjen Perhubungan Laut. “Kami akan minta yang berwenang terhafap pengawasan pembangunan,” ujarnya.
PERLU PENGAWASAN
Di lain pihak, Direktur National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi menilai Ditjen Perhubungan Laut memang rawan praktik KKN. Struktur pengawai di Kementerian Perhubungan secara keseluruhan memang berasal dari matra laut. Proyek-proyek di Ditjen Perhubungan Laut yang bernilai besar berpotensi menjadi sasaran empuk pengawai dan pejabat bandel.
Dia mengatakan tanpa ada pengawasan dari eksternal, pendanaan program rawan dikorupsi. “Ditjen Hubla mengurusi terlalu banyak proyek. Situasi ini dapat memantik terjadinya korupsi, apalagi dananya sangat besar,” katanya.
Sebagaimana diketahui, Ditjen Perhubungan Laut bakal menangani salah satu megaproyek, yakni Pelabuhan Patimban di mana pendanaan proyek itu secara keseluruhan mencapai Rp. 40 triliun.
Tahun ini, Ditjen Perhubungan Laut bakan juga mengucurkan subisdi Rp. 335 miliat untuk program Tol Laut. Sejak 2015 Ditjen Perhubungan Laut bakal juga sudah memesan sejumlah kapal baru, baik untuk kebutuhan angkutan maupun navigasi.
Secara khusus, Namarin menyoroti program Tol Laut dengan proses lelang untuk operator swasta terbilang kaku. Perusahaan yang berniat menjadi operator diharuskan memiliki kapal sendiri.
Skema penunjukkan langsung kepada badan usaha milik negara dinilai merusak pasar karena tumpang tindih dengan pelayaran swasta. Siswanto mengusulkan program Tol Laut diserahkan kepada swasta. Sementara itu, subsidi dialihkan untuk biaya-biaya yang dipungut di pelabuhan.
Terlepas dari badai yang tengah melanda Ditjen Perhubungan Laut, langkah Bay patut dihargai. Salam kapal dihantam gelombang., melakukan sesuatu adalah perlu. Sebaliknya berdiam diri bagai menunggu kapal karam.
Jadi, layak ditunggu, gebrakan apa saja yang akan ditempuh Bay Hasani sebagai nakhoda pengganti Ditjen Perhubungan Laut.