Rivki Maulana, Bisnis Indonesia, Senin 2 Oktober 2017
JAKARTA – Kalangan pelaku usaha pelayaran menilai kenaikan tarif angkutan laut ke kawasan timur Indonesia terutama pada rute Surabaya-Ambon didorong melonjaknya beban operasional.
Ketua Umum DPP Indonesia National Shipowners Associaton (INSA) Carmelita Hartoto mengatakan salah satu penyumbang kenaikan beban operasional pada rute Surabaya-Ambon adalah naiknya harga BBM atau marine fuel oil (MFO). Harga MFO, menurutnya, melonjak 47% menjadi Rp. 5.600 per liter.
Dia menambahkan beban usaha pelaku usaha pelayaran semakin berat karena di saat yang sama jumlah barang muatan yang diangkut belum mengalami pertumbuhan yang signifikan.
“Komponen biaya BBM cukup besar pada operasional pelayaran. Ketika Harga BBM naik, maka pelayaran melakukan penyesuaian,” ujarnya dalam siaran pers, Minggu (1/10).
Sebelumnya, para pengusaha di Ambon menyatakan keberatan atas penaikan tarif pelayaran rute Surabaya-Ambon. Para pengguna jasa pelayaran menilai penaikan tarif yang dilakukan pihak pelayaran tidak rasional.
Carmelita menyebutkan tarif nyata rute Surabaya-Ambon untuk peti kemas ukuean 20 kaki kini hanya Rp. 7 juta – Rp. 8 juta per boks.
Dia menekankan tarif itu masuh bersifat tarif bruto atau bisa dilakukan negosiasi harga. Hal itu disebabkan Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL) selaku wakil pemilik barang pada praktiknya selalu menawar tarif.
Menurutnya, penyesuaian tarif tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga dilakukan pelayaran untuk angkutan ke mancanegara.
Sebelumnya, pengusaha pelayaran memang sempat menurunkan tarif ke kawasan timur Indoensia sebesar 30% sejalan dengan program Tol Laut yang digulirkan pemerintah. Namun, penurunan tarif tersebut ternyata kurang berdampak terhadap penurunan biaya logistik karena pemilik barang justru tidak menurunkan tarif.