News Detail
Arus Logistik Kian Tak Pasti, Waktu Tempuh Menuju Pelabuhan Tanjung Priok Semakin Panjang

Kompas, 07 Februari 2014

JAKARTA, KOMPAS - Kalangan pengusaha logistik menghadapi ketidakpastian terkait gangguan cuaca dan kesemrawutan di kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utra. Arus barng terhambat banjir dan kemacetan lalu lintas yang kerap menghinggapi jantung ekonomi Indonesia tersebut.

Ketua Asosiasi Logistik Indonesia Zaldy Masita, Kamis (6/2), mengatakan, Pelabuhan Tanjung Priok menjadi kunci distribusi barang dari Pulau Jawa ke luar Pulau Jawa serta dari Indonesia ke luar negeri dan sebaliknya. Diperkirakan 90 persen kegiatan bongkar muat produk impor dan 70 persen produk ekspor Indonesia didistribusikan melalui Pelabuhan Tanjung Priok.

Meskipun diakui sebagai kawasan vital jantung ekonomi Indonesia, sejumlah kendala seperti tak tertangani serius. Tiga pekan terakhir, misalnya, banjir menggenangi jalan-jalan utama dari dan ke pelabuhan. Genangan menyebabkan kemacetan luar biasa. Arus kendaraan terkunci hingga beberapa jam.

Di jalur timur, truk-truk pengangkut peti kemas terjebak kemacetan di Jalan Cakung Cilincing. Genangan banjir hingga ketinggian 50-60 cm memutus jalur untuk kendaraan kecil.

Di jalur tengah, kendaraan tersendat di Jalan Yos Sudarso. Genangan yang terjadi di sejumlah titik, antara lain di sekitar Sunter dan Kelapa Gading, menghambat arus lalu lintas. Pada Rabu, misalnya, jalur non-tol terputus dan pengendara sepeda motor diperkenankan melaju di jalur tol. Jalur barat pun tak luput dari gangguan. Genangan rob dan banjir serta kemacetan sering terjadi di Jalan Lodan Raya dan Jalan RE Martadinata.

Dalam tiga pekan terakhir, kemacetan di kawasan itu semakin masif. Selain genangan banjir dan kerusakan jalan, arus tersendat karena bongkar muat terhambat di pelabuhan. Sopir memarkir truk di pinggir jalan menunggu proses bongkar muat kapal. Mayoritas lain harus bersabar untuk masuk atau keluar pelabuhan.

"Proses di dalam pelabuhan dan lalu lintas dari dan menuju pelabuhan tidak bisa dipastikan waktunya. Sejumlah anggota yang mengekspor barang ke Singapura, misalnya, menjanjikan waktu 7-8 minggu, tetapi lebih lama dari biasanya 3-4 minggu karena situasinya serba tak pasti," kata Zaldy.

Pengiriman barang-barang produksi industri manufaktur dan pangan dari Jabodetabek ke kota-kota Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa terlambat. Sebaliknya, bahan pangan dan bahan baku industri terlambat tiba di sentra-sentar industri Jabodetabek. Situasi ini dipastikan memicu inflasi.

Situasi pelabuhan

Selain gangguan distribusi, ujar Zaldy, kepercayaan penguna jasa turun akibat situasi internal pengelola pelabuhan. "Faktor risiko distribusi dihitung semakin besar akibat hambatan pengiriman serta konflik internal perusahaan," ujarnya.

Desember 2013 dan Januari 2014, Serikat Pekerja Pelabuhan Indonesia (SPPI) II mogok kerja massal menuntut perbaikan pengelolaan perusahaan. Menurut Mohamad Iqbal, mantan Assisten Vice President (AVP) Finance PT. Pelindo II, seperti beberapa hari menjelang mogok bersama pada hari Senin (23/12) dan selasa (24/12), para pengguna jasa kepelabuhanan mempercepat waktu bongkar muat barang. Kondisi itu terlihat dari melonjaknya volume kendaraan yang masuk dan keluar pelabuhan.

"Kemacetan sudah terjadi sejak Rabu sore. Kemacetan terurai pada Kamis pukul 01.30. Tiga jam kemudian jalan macet lagi, terutama di dalam kawasan. Truk mengantre keluar, sedangkan di luar kawasan truk mengantre masuk," kata Iqbal.

Sebelumnya, Sekretaris Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia Achmad Ridwan Tento berpendapat, mogok kerja tidak secara langsung berpengaruh pada distribusi barang. Namun, situasi internal membuat pengimpor dan rekanan di luar negeri menjadi tidak nyaman.

"Ada kekhawatirkan mogok kerja berdampak negatif, tetapi tidak terasa karena proses bongkar berlangsung di JICT (Jakarta International Container Terminal) dan TPK (Terminal Peti Kemas) Koja, bukan di lokasi mogok kerja di Termibal 1-3," kata Ridwan Tento.

Ongkos naik

Akumulasi sejumlah faktor itu memicu kenaikan ongkos distribusi barang. Dampaknya, kata Zaldy, ongkos operasional naik rata-rata 10 persen. Kondisi itu membuat waktu tempuh pengiriman ke pelabuhan dua hingga tiga kali lebih lama. Sopir sering kali terpaksa menginap di perjalanan.

Pengiriman barang dari Jakarta ke Surabaya melalui jalur pantura yang biasanya memakan waktu 1-2 hari, satu bulan ini rata-rata butuh 3-5 hari. Ada sejumlah titik jalan tergenang banjir, seperti di Sabang dan Indramayu (Jawa Barat) serta Kudus dan Pati (Jawa Tengah), yang tidak bisa dilalui kendaraan.

Situasi ini menekan pendapatan sopir. Ketua Organda Angkutan Khusus Pelabuhan Gemilang Tarigan menyebutkan, akibat terlambat tiba di pelabuhan, sopir terkadang harus membayar denda setidaknya Rp. 350.000 per kontainer.

Puncak kemacetan terjadi Rabu-Sabtu ketika bongkar muat berlangsung dalam skala besar di Pelabuhan Tanjung Priok. "Satu truk biasanya bisa 2-3 rit per hari. Sekarang, satu rit saja sulit tercapat," ujarnya. (MKN)


Back to List

25 Mar 2024

KAI Logistik Perluas Jangkauan Pengiriman hingga ke Kalimantan

Sakina Rakhma Diah Setiawan, Kompas.com, Sabtu 23 Maret 2024

18 Mar 2024

Larangan Angkutan Logistik Saat Libur Hari Besar Keagamaan Munculkan Masalah Baru

Anto Kurniawan, Sindonews.com, Minggu 17 Maret 2024

18 Mar 2024

Kemendag Dorong Relaksasi Pembatasan Angkutan Logistik Saat Hari Raya

Mohamad Nur Asikin, Jawapos.com, Sabtu 16 Maret 2024

08 Mar 2024

Dirjen SDPPI: Hadirnya gudang pintar 5G pecut industri berinovasi

Fathur Rochman, Antaranews.com, Kamis 7 Maret 2024

07 Mar 2024

Jurus Kemenhub Tekan Ongkos Biaya Logistik Supaya Makin Murah

Retno Ayuningrum, Detik.com, Rabu 6 Maret 2024

07 Mar 2024

Transformasi Digital Pelabuhan Dorong Peningkatan Efisiensi Biaya Logistik

Antara, Republika.co.id, Rabu 6 Maret 2024

Copyright © 2015 Asosiasi Logistik Indonesia. All Rights Reserved