Rusdi, Gatra.com, Kamis 5 Juli 2018
Cita-cita membuat sektor maritim sebagai masa depan penggerak ekonomi bangsa masih terkendala tingginya biaya logistik.
Dengan demikian, niat mulia pemerintahan Joko Widodo menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia masih jauh dari harapan. Apa boleh buat, catatan dari sejumlah pelaku bisnis yang bersinggungan dengan sektor kelautan mengungkapkan hal itu.
Menurut Ketua Asosiasi Logistik Indonesia, Zaldy Masita, biaya logistik Indonesia masih sama saja dengan biaya pada dua tahun lalu, atau bahkan relatif lebih mahal. Penyebabnya, beberapa sistem tarif di bandara dan pelabuhan mengalami kenaikan.
Dampak pembangunan infrastruktur yang gencar dilakukan demi pemangkasan biaya logistik, kata Zaldy, baru terasa dua-tiga tahun lagi. “Beberapa pengurangan biaya logistik karena efisiensi, perubahan regulasi, dan pembangunan infrastruktur tertutup oleh kenaikan tarif yang dilakukan BUMN seperti Pelindo dan Angkasa Pura dan masih besarnya penerimaan bukan pajak yang ditarik Dephub,” katanya kepada M. Egi Fadliansyah dari GATRA, Selasa siang, 3 Juli lalu.
Oleh karena itu, dampak pembangunan infrastruktur belum terasa pada penurunan biaya logistik. Hal ini berdasarkan laporan logistics performance index (LPI) dari World Bank. “Posisi Indonesia masih terpuruk dibandingkan dengan negara tetangga,” katanya.
Lebih lanjut, Zaldy mengatakan, program pemerintah untuk menurunkan biaya logistik belum terfokus. Pembangunan pelabuhan, misalnya, tidak dila-kukan secara terpadu dengan ekosistem untuk membangkitkan ekonomi di daerah.
Cita-cita membuat sektor maritim sebagai masa depan penggerak ekonomi bangsa masih terkendala tingginya biaya logistik. Dengan demikian, niat mulia pemerintahan Joko Widodo menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia masih jauh dari harapan. Apa boleh buat, catatan dari sejumlah pelaku bisnis yang bersinggungan dengan sektor kelautan mengungkapkan hal itu.
Menurut Ketua Asosiasi Logistik Indonesia, Zaldy Masita, biaya logistik Indonesia masih sama saja dengan biaya pada dua tahun lalu, atau bahkan relatif lebih mahal. Penyebabnya, beberapa sistem tarif di bandara dan pelabuhan mengalami kenaikan.
Dampak pembangunan infrastruktur yang gencar dilakukan demi pemangkasan biaya logistik, kata Zaldy, baru terasa dua-tiga tahun lagi. “Beberapa pengurangan biaya logistik karena efisiensi, perubahan regulasi, dan pembangunan infrastruktur tertutup oleh kenaikan tarif yang dilakukan BUMN seperti Pelindo dan Angkasa Pura dan masih besarnya penerimaan bukan pajak yang ditarik Dephub,” katanya kepada M. Egi Fadliansyah dari GATRA, Selasa siang, 3 Juli lalu.
Oleh karena itu, dampak pembangunan infrastruktur belum terasa pada penurunan biaya logistik. Hal ini berdasarkan laporan logistics performance index (LPI) dari World Bank. “Posisi Indonesia masih terpuruk dibandingkan dengan negara tetangga,” katanya.
Lebih lanjut, Zaldy mengatakan, program pemerintah untuk menurunkan biaya logistik belum terfokus. Pembangunan pelabuhan, misalnya, tidak dila-kukan secara terpadu dengan ekosistem untuk membangkitkan ekonomi di daerah.
Sumber:
https://www.gatra.com/rubrik/majalah/330381-Program-Pemangkasan-Logistik-Jalan-Di-Tempat