News Detail
Kala Penaikan CHC Tuai Pro & Kontra

Kahfi & Hendra Wibawa - Bisnis Indonesia, 28 Mei 2014

Keinginan tiga operator terminal peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok menaikkan biaya kontainer handling charge, di tengah akan berakhirnya pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menyulut adu agurmentasi dari kalangan pelaku jasa transportasi dan logistik.

Melalui suratnya kepada Menteri Perhubungan E.E. Mangindaan pada April 2014, PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II atau Indonesia Port Corporation (IPC) mengusulkan besaran container handling charge (CHC) di tiga terminal peti kemas Pelabuhan Tanjung Priok dinaikkan tahun ini.

Ketiga terminal itu adalah PT. Jakarta International Container Terminal (JICT) dan Terminal Peti Kemas (TPK) Koja, yang sebagian sahamnya dimiliki Hutchison Ports Indonesia, serta PT. Mustika Alam Lestari (MAL).

PT. Pelindo II mengusulkan CHC peti kemas 20 kaki di tiga terminal itu dinaikkan menjadi US$ 93 per boks dari sebelumnya US$ 83 per boks, sedangkan biaya tambahan (surchage) menjadi US$ 17 per boks dari sebelumnya US$ 12 per boks.

Biaya CHC merupakan tagihan operator terminal kepada perusahaan pelayaran untuk jasa bongkar muat. Bila CHC ditambah surcharge digabungkan maka disebit terminal handliing charges (THC) yang merupakan total tagihan perusahaan pelayaran kepada pemilik barang selain ongkos angkut untuk menutupi semua biaya operasional di terminal.

Kendati usulan penaikan CHC dan surcharge sudah disteujui asosiasi penyedia dan pengguna jasa di level Tanjung Priok, tentu saja ada pro dan kontra tetap muncul.

Salah satu yang mendukung penaikan CHC dan surcharge itu datang dari Asosiasi Pengelola Terminal Petikemas Indonesia (APTPI).

Menurut Sekretaris APTPI Paul Krisnadi, rencana penaikan CHC atau tarif bongkar muat peti kemas internasional sudah disetujui seluruh asosiasi pengguna jasa di Pelabuhan Tanjung Priok.

"Memang ada pembicaraan mengenai kenaikan CHC tersebut dan sudah disetujui oleh semua asosiasi pengguna jasa," ujarnya, Selasa (13/5).

Paul yang juga menjabat General Manager PT. MAL menyebutkan THC yang merupakan penjumlahan biaya CHC dan surcharge di Pelabuhan Tanjung Priok masih lebih murah dibandingkan dengan THC di sejumlah pelabuhan utama di Asia.

Pelabuhan Singapura saja mematok biaya THC ukuran 20 kaki sebesar US$ 151 per boks, Thailand US$ 110 per boks, Filipina US$ 130 per boks, Hong Kong US$ 206 per boks dan Malaysia sekitar US$ 108 per boks.

Dengan penaikan tarif itu, APTPI berharap investasi dana untuk pembaruan peralatan dan sistem layanan jasa akan lebih ringan.

MASIH MAHAL

Di sisi lain, terdapat pelaku logistik yang tidak secara bulat menerima keinginan operator pelabuhan tersebut. Salah satunya datang dari Asosiasi Logistik Indonesia (ALI). Ketua Umum ALI Zaldy Ilham Masita menyatakan usulan penaikan THC itu tak sejalan dengan kehendak menciptakan biaya logistik yang rendah.

Selama ini, Tanjung Priok merupakan gantungan hidup orang banyak karena pelabuhan itu berkontribusi bagi kelancaran sekitar 70% arus barang ekspor-impor Indonesia, dengan volume mencapai 6,4 juta TEUs per tahun.

Zaldy juga merilis data berbeda seputar besaran biaya yang dikenakan para operator terminal. Berdasarkan data itu, tarif CHC di Tanjung Priok masih membumbung tinggi dibandingkan dengan besaran CHC di beberapa pelabuhan Asia.

Data itu berupaya menggunakan asumsi rendahnya tarif jasa kepelabuhanan di pelabuhan yang dikelola PT. Pelindo II.

Dia mencontohkan biaya CHC tanpa surcharge peti kemas ukuran 20 kaki di Pelabuhan Laem Cha Bang Thailand hanya US$ 53 per boks, sedangkan Pelabuhan Klang Malaysia sekitar US$ 76 per boks.

Dia juga memperkirakan keuntungan yang diterima operator terminal ikut berlipat saat terjadi depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Sebaliknya, biaya operasional dan SDM di pelabuhan dalam bentuk rupiah.

"Jadi kalau alasannya investasi, tidak memerlukan penaikan tarif karena mereka [operator terminal] sudah untung sebab yang memungut tarif dengan dolar AS," ujarnya kepada Bisnis, Minggu (25/5).

Alasan ALI sejalan dengan hasil penelitian Bank Dunia yang menyebutkan biaya ekspor-impor Indonesia masih lebih tinggi ketimbang beberapa negara Asia Tenggara, khususnya Malaysia dan Singapura.

Sementara itu, Direktur National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi bisa memahami penaikan CHC di Tanjung Priok. Selama ini, tarif jasa kepelabuhanan tidak lebih dari 0,01% dari nilai barang per kontainer.

Artinya, besaran penaikan tarif jasa oleh operator terminal tidak berdampak besar bagi peningkatan biaya ekspor dan impor.

Terlepas dari pro dan kontra atas respons penaikan CHC di Tanjung Priok, masyarakat selaku pengguna produk akhir barang yang diimpor pasti terdampak atas rencana penaikan biaya bongkar muat itu.

Selama ini, pemilik barang melimpahkan beban biaya transportasi ke harga barang yang dibeli konsumen.

Dari sisi PT. Pelindo II yang gencar menggandeng investor asing dalam pengelolaan terminal ingin menawarkan keuntungan saat mengelola terminal dengan menjamin adanya kenaikan secara berkala tarif kepelabuhanan.

Pertanyaannya, bagimana respons pemerintah atas persoalan pro dan kontra CHC di Pelabuhan Tanjung Priok? Kita hanya berharap Menhub E.E. Mangindaan yang akan mengakhiri masa jabatan di Kabinet Indonesia Bersama Jilid II tidak terjebak dalam wacana pro dan kontra itu.  


Back to List

25 Mar 2024

KAI Logistik Perluas Jangkauan Pengiriman hingga ke Kalimantan

Sakina Rakhma Diah Setiawan, Kompas.com, Sabtu 23 Maret 2024

18 Mar 2024

Larangan Angkutan Logistik Saat Libur Hari Besar Keagamaan Munculkan Masalah Baru

Anto Kurniawan, Sindonews.com, Minggu 17 Maret 2024

18 Mar 2024

Kemendag Dorong Relaksasi Pembatasan Angkutan Logistik Saat Hari Raya

Mohamad Nur Asikin, Jawapos.com, Sabtu 16 Maret 2024

08 Mar 2024

Dirjen SDPPI: Hadirnya gudang pintar 5G pecut industri berinovasi

Fathur Rochman, Antaranews.com, Kamis 7 Maret 2024

07 Mar 2024

Jurus Kemenhub Tekan Ongkos Biaya Logistik Supaya Makin Murah

Retno Ayuningrum, Detik.com, Rabu 6 Maret 2024

07 Mar 2024

Transformasi Digital Pelabuhan Dorong Peningkatan Efisiensi Biaya Logistik

Antara, Republika.co.id, Rabu 6 Maret 2024

Copyright © 2015 Asosiasi Logistik Indonesia. All Rights Reserved