M.G. Noviarizal Fernandez - Bisnis Indonesia, 04 Juli 2014
Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita mengatakan selama semester I/2014, pertumbuhan industry logistik secara umum mencapai 8% dari total target pada tahun ini 15%.
Angka pertumbuhan pada semester I/2014 ternyata lebih rendah dibandingkan dengan realisasi pertumbuhan pada periode yang sama tahun sebelumnya 10%.
Meski demikian, tuturnya, pertumbuhan 8% mampu didorong oleh permintaan atas barang-barang konsumsi yang ikut memacu permintaan pada sektor transportasi dan distribusi barang.
Dia mencontohkan untuk ekspor selama semester I/2014, nilai rata-ratanya mencapai US14,2 miliar. Namun, angka impor juga cukup tinggi mencapai rata-rata US$ 16,2 miliar. "Angka ini [pertumbuhan] masih cukup positif tetapi bukan berarti tidak ada masalah yang menghambat," katanya, Kamis (3/7).
Dia mengklaim ada keraguan dari mitra usaha di luar negeri untuk mengekspor dan mengimpor barang dari dan ke Indonesia mengingat terjadi stagnasi kinerja di Pelabuhan Tanjung Priok karena waktu tunggu bongkar dan muat atau dwelling time mencapai 7,73 hari. Ini dihitung berdasarkan survei dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Johanes Sitomurang, Chef Commercial BSA Logistik, mengatakan secara umum pertumbuhan sektor logistik pada 2014 bisa tumbuh sampai 15%. Namun, perusahaannya hanya menargetkan pertumbuhan selama semester I sebesar 8%.
"Pada Januari 2014 ada banned batu bara sehingga kami terkena imbas. Namun, orderan meningkat memasuki Maret-April," ujarnya.
Kendati pada semester I melambat, Zaldy memprediksi pada semester berikutnya, pertumbuhan sektor logistik positif asalkan presiden terpilih bisa segera membenahi berbagai hambatan logistik seperti minimnya infrastruktur pendukung sarana transportasi baik laut, udara maupun darat.
LEBIH BAIK
Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, menurutnya, penanganan sistem logistik harus lebih baik karena pertumbuhan ekonomi nasional saat ini hanya ditopang oleh investasi asing dan konsumsi masyarakat.
Tidak hanya itu, pusat perlu menyinkronkan aturan tentang pungutan di jembatan timbang dengan pemerintah daerah sehingga pelaku usaha tidak perlu harus membayar setiap memasuki wilayah kabupaten.
"Presiden berikutnya harus melaksanakan [sislognas] secara konsekuen. Jangan seperti saat ini sislognas hanya baik di tataran Menko Perekonomian tetapi tidak didukung kementerian lain yang sibuk membuat proyek sendiri-sendiri," ujarnya.
Dia mencontohkan rencana pembangunan jalan tol lintas Sumatra terlalu memboroskan keuangan Negara dan tidak mudah. Pemerintah seharusnya membangun jalan penghubung yang lebar antara pantai timur dan barat pulau itu.
Selain itu, pelabuhan-pelabuhan di wilayah itu harus direvitalisasi karena pelayanan pendek akan menjadi tren pada masa mendatang.
Menurutnya, persoalan infrastruktur yang mendukung sistem logistic masih menjadi momok bagi pelaku usaha karena menyebabkan ekonomi berbiaya tinggi.
Oleh karena itu, menurut Zaldy, jika pemerintah tidak segera membenahi infrastruktur logistik, bisa terjadi bencana perekonomian lantaran sektor logistik mampu menyumbang 5% dari pertumbuhan ekonomi nasional.
Presiden berikutnya, katanya, harus mampu membangun infrastruktur yang menghubungkan wilayah yang tergolong source based dengan wilayah yang masuk dalam manufacturing based untuk memudahkan pengerakan barang industri.
Berdasarkan prediksi Frost & Sullivan, bisnis logistik Tanah Air bakal bertumbuh 14,7% pada 2014 atau mencapai 1.816 triliun dibandingkan dengan pencapaian 2013 Rp. 1.583 triliun. Hal ini mengingat terus bertumbunya indsutri jasa serta konsumsi rumah tangga.