News Detail
Kala Kementerian Berbeda Soal ODOL

Rinaldi M. Azka, Bisnis Indonesia, Selas 14 Januari 2020

Surat Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita yang meminta Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meninjau kembali rencana penerapan Zero Over Dimension Over Loading (ODOL) dari 2021 menjadi 2023-2025 direspons beragam para pelaku usaha. Umumnya, pelaku usaha logistik kebingungan dengan surat tersebut. 

Semua bermula dari Surat Edaran (SE) Menhub No. 21/2019 tentang Pengawasan Terhadap Mobil Barang Atas Pelanggaran Muatan Lebih (Over Loading) Dan/Atau Pelanggaran Ukuran Lebih (Over Dimension) yang dikeluarkan pada 11 Oktober 2019.

Dalam SE tersebut, Menhub menghimbau seluruh pihak, baik pemilik barang, transporter hingga agen pemegang merek tidak melanggar aturan ODOL. SE itu merupakan bagian dari rencana besar penerapan Zero ODOL secara penuh pada 2021.

Oleh karena itu, Memperin Agus Gumiwang merespons dengan meminta koleganya Budi Karya mempertimbangkan dan meninjau kembali penerapan Zero ODOL tersebut.

Melalui surat bernomor 872/M-IND/12/2019 perihal Kebijakan Zero ODOL tertanggal 31 Desember 2019, Menperin meminta agar pelaksanaan Zero ODOL 2021 oleh Kemenhub ditunda antara 2023 dan 2025 dengan alasan memperhatikan jenis dan karakteristik dari industri.

Selain itu, pertimbangan lain yakni logistik dan distribusi bahan baku maupun produk industri nasional sangat bergantung dengan moda transportasi darat yaitu truk. Sejauh ini, moda transportasi laut maupun perkeretaapian belum mampu mengurangi beban dan transportasi darat tersebut.

Menperin juga beralasan pemberlakuan Zero ODOL secara penuh pada 2021 cenderung menurunkan daya saing industri nasional karena penambahan jumlah angkutan akan memerlukan tambahan waktu dan investasi, menambah kemacetan, meningkatkan kebutuhan bahan bakar, meningkatkan emisi CO2.

Hal itu juga ditambah dengan potensi meningkatkan kecelakaan mengingat masih banyak infrastruktur jalan yang belum sesuai, dan terutama meningkatkan biaya logistik yang cukup besar.

“Sehubungan dengan Surat Edaran Menteri Perhubungan No. 21 Tahun 2019 tentang Pengawasan terhadap Mobil Barang atas Pelanggaran Muatan Lebih [Over Loading] dan/atau Pelanggaran Ukuran Lebih [Over Dimension] yang dimaksudkan sebagai persiapan penerapan kebijakan Zero ODOL secara penuh, kami harap dalam pelaksanaannya tidak menimbulkan keresahan pada industri nasional,” tulisnya.

Tanggapan beragam muncul setelag tersebarnya surat Menperin tersebut. Wakil Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Kyatmaja Lookman menjelaskan kebingungan dengan kebijakan dua kementerian teknis tersebut.

Alasannya, Aptrindo sudah berkali-kali menandatangani pakta integritas untuk mengurangi truk ODOL dengan Kemenhub. Secara komitmen, asosiasi tempat berkumpulnya pengusaha truk sudah siap menjalankan Zero ODOL.

“Ini artinya tidak sinkron. Nah, Badan Pengatur Jalan Tol [BPJT] bebas ODOL 2020, Perhubungan Darat 2012, ini Kemenperin minta 2024,” katanya, kepada Bisnis, Minggu (12/1).

Dia berpendapat ketidaksinkronan itu menambah ketidakpastian dalam berusaha bagi para pengusaha angkutan barang. Dengan kebijakan yang tidak sinkron itu menyebabkan pengusaha truk menyesuaikan operasi. “Kami jadi terombang-ambing,” katanya.

 

TERUS MUNDUR

Tanggapan lebih keras dating dari Asosiasi Logistik Indonesia (ALI). Ketua Umum ALI Zaldy Ilham Masita menilai permintaan Kementerian Perindustrian kepada Kementerian Perhubungan untuk menunda rencana penindakan truk ODOL akan merugikan industri secara keseluruhan.

Menurutnya, aktivitas truk ODOL merugikan bagi rantai pasok dan aktivitas industri secara umum.

“Kebiasaan yang tidak benar dengan ODOL telah membuat logistik kita tidak bisa naik level. Levelnya masih seperti negara terbelakang yang memang ODOL sudah umum dilakukan,” ujarnya kepada Bisnis.

Dia mencatat ada tujuh kerugian dari aktivitas truk ODOL bagi perekonomian nasional. Pertama, truk ODOL akan memakai BBM lebih banyak dan biaya perawatan lebih tinggi, sehingga biaya operasional menjadi lebih besar.

Kedua, truk ODOL sangat rawan kecelakaan. Sejauh ini, dia menyatakan sangat sering korba jiwa akibat kecelakaan truk ODOL. “Kalau jiwa manusia tidak dihargai maka sangat miris, hanya karena alasan ekonomi saja,” imbuhnya.

Ketiga, kendaraan angkutan barang tidak bisa saling berbagi muatan karena truk bebas melanggar aturan ODOL.

“Jumlah truk kita sekarang jauh lebih besar dari kebutuhan, bisa dilihat dari banyaknya truk,” paparnya.

Keempat, digitalisasi transportasi sulit terwujud akibat tidak ada standardisasi angkutan barang.

Kelima, industri karoseri dan ban juga tidak efisien karena tidak ada standardisasi mobil angkutan barang. Keenam, perawatan jalan juga menjadi lebih mahal karena banyak truk ODOL yang merusak jalan.

Ketujuh, kemacetan di jalan tol dan nontol tetap berlangsung karena truk berjalan lambat karena kelebihan muatan.

“ALI sangat prihatin dengan surat rekomendasi dari Kemenperin untuk memperpanjang toleransi melanggar aturan ODOL. Pemerintah dalam hal ini Kemenhub perlu tegas menegakkan aturan agar logistik kita bisa lebih baik,” kata Zaldy.

Chairman Supply Chain Indonesia (SCI) Setijadi mengatakan salah satu permasalahan yang membuat biaya logistik cenderung tetap tinggi adalah ketidakseimbangan moda transportasi. Sampai kini, moda transportasi darat berbasis jalan sangat dominan dalam aktivitas logistik dibandingkan dengan moda lainnya.

“Dari tiga moda transportasi yang paling banyak digunakan moda transportasi jalan [trucking] mendominasi volume pengangkutan barang sekitar 91%, moda transportasi laut sekitar 7,5%, dan moda transportasi kereta api sekitar 1%,” paparnya kepada Bisnis, belum lama ini.

Ketidakseimbangan peranan antarmoda juga tergambar dari kontribusi masing-masing moda terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Dari sekitar Rp. 666,15 triliun PDB sektor transportasi pada 2018, moda transportasi darat (jalan) berkontribusi sebesar 53,16%, transportasi udara 36,1%, transportasi laut 6,77%, transportasi sungai, danau, dan penyeberangan sekitar 2,41%, dan transportasi rel 1,57%.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi menanggapi santai surat Kemenperin tersebut. Menurutnya, Kemenperin hanya belum mengetahui rencana program Zero ODOL secara lebih detail.

Dengan kondisi itu, dia kan mengajak Kemenperin untuk duduk bersama menjelaskan kampanye Zero ODOL secara lebih terperinci. “Ya mungkin belum tahu detail kenapa Zero ODOL ini dilakukan. Nanti saya ajak rapat dahulu,” ujarnya.

Budi menyakini penjelasan secara detail itu bisa membuka pemahaman yang sama terkait dengan perkara dan latar belakang pentingnya pelaksanaan Zero ODOL di Indonesia.

Seharusnya, antarkementerian dan lembaga bekerja sama untuk fokus menyelesaikan persoalan truk kelebihan muatan dan dimensi yang acap kali memicu kecelakaan lalu lintas. Alangkah elok, kementerian dan lembaga membahas kebijakan sceara holistik dan tidak mengatasnamakan atau menyuarakan kepentingan tertentu.

Maka, wajar pelaku logistik merasa bingung dampak ketidajelasan kebijakan Zero ODOL. Pada masa mendatang, penting untuk menjaga kepercayaan publik dengan mengeluarkan suara yang sama sesame regulator.


Back to List

25 Mar 2024

KAI Logistik Perluas Jangkauan Pengiriman hingga ke Kalimantan

Sakina Rakhma Diah Setiawan, Kompas.com, Sabtu 23 Maret 2024

18 Mar 2024

Larangan Angkutan Logistik Saat Libur Hari Besar Keagamaan Munculkan Masalah Baru

Anto Kurniawan, Sindonews.com, Minggu 17 Maret 2024

18 Mar 2024

Kemendag Dorong Relaksasi Pembatasan Angkutan Logistik Saat Hari Raya

Mohamad Nur Asikin, Jawapos.com, Sabtu 16 Maret 2024

08 Mar 2024

Dirjen SDPPI: Hadirnya gudang pintar 5G pecut industri berinovasi

Fathur Rochman, Antaranews.com, Kamis 7 Maret 2024

07 Mar 2024

Jurus Kemenhub Tekan Ongkos Biaya Logistik Supaya Makin Murah

Retno Ayuningrum, Detik.com, Rabu 6 Maret 2024

07 Mar 2024

Transformasi Digital Pelabuhan Dorong Peningkatan Efisiensi Biaya Logistik

Antara, Republika.co.id, Rabu 6 Maret 2024

Copyright © 2015 Asosiasi Logistik Indonesia. All Rights Reserved