Dalam persaingan saat ini,
para pelaku usaha dituntut untuk menyadari bahwa persaingan yang terjadi
merupakan persaingan antar jaringan rantai pasokan. Rantai pasokan merupakan
sekumpulan tiga atau lebih entitas (organisasi maupun individual) yang secara
langsung terlibat dalam aliran hulu dan hilir dari produk, jasa, keuangan dan
atau informasi dari suatu sumber ke konsumen. Para pelaku usaha dalam suatu rantai
pasokan harus mampu menyampaikan produk yang sesuai dengan keinginan konsumen
dari segi kualitas, kuantitas, harga, waktu dan tempat yang tepat. Kondisi
tersebut menuntut adanya suatu teori dan praktek manajemen yang mampu
mengintegrasikan pengelolaan berbagai fungsi bisnis dalam suatu hubungan
antar-organisasi. Dalam memenuhi tuntutan tersebut, berkembang suatu teori dan
praktek manajemen yang dikenal dengan istilah "supply chain management" atau
diterjemahkan sebagai manajemen rantai pasokan.
Manajemen rantai pasokan merupakan integrasi
dari proses bisnis utama (proses bisnis, struktur jaringan dan komponen
manajemen) dari pengguna akhir melalui para pemasok yang menyampaikan produk,
jasa dan informasi yang memiliki nilai tambah bagi konsumen dan stakeholders
yang lain. Integrasi rantai pasokan (internal dan eksternal) merupakan
pekerjaan yang sulit karena adanya perbedaan dan konflik tujuan dari fasilitas
dan pelaku yang terlibat, serta rantai pasokan merupakan suatu sistem dinamis
yang berkembang sepanjang waktu. Dalam praktek, manajemen rantai pasokan baru
berkembang pada tahun 1980-an.
Pengembangan manajemen
rantai pasokan berawal dari industri manufaktur, yaitu "quick response
strategy" pada industri tekstil di Amerika Serikat serta "kaizen" pada industri
mobil di Jepang. Mengikuti sukses yang telah dilakukan dalam industri mobil
Jepang dan industri tekstil Amerika Serikat, industri manufaktur di berbagai
belahan dunia mulai memandang rantai pasokan sebagai sumber penting keunggulan
bersaing. Sejalan dengan hal tersebut, pada tahun 1989 para akademisi mulai
mengembangkan teori manajemen rantai pasokan tersebut. Dalam bidang agribisnis
dan agroindustri, penerapan manajemen rantai pasokan dimulai pada tahun 1990-an
pada agribisnis mawar di Amerika Serikat dan Eropa. Perkembangan praktek dan
penelitian manajemen rantai pasokan agribisnis berkembang tidak hanya di negara
maju tetapi juga berpotensi diterapkan di negara berkembang. Penerapan awal
manajemen rantai pasokan agribisnis di negara berkembang dilakukan di tiga
negara, yaitu di Ghana pada industri buah-buahan, di Afrika Selatan pada
agribisnis buah segar dan di Thailand pada agribisnis pangan segar. Introduksi
teori dan praktek tersebut dilakukan oleh Agri Chain Competence Center Belanda
yang dibiayai oleh Bank Dunia. Selanjutnya, upaya introduksi teori manajemen
rantai pasokan dalam agribisnis dan agroindustri juga dilakukan di Indonesia.
Upaya tersebut dilakukan pada tahun 2003 oleh para peneliti dari Australia pada
agribisnis pisang. Para peneliti tersebut membandingkan rantai pasokan pisang
di daerah Bayah Kabupaten Lebak Banten dengan rantai pasokan pisang di daerah
Queensland Utara Australia. Hasil penelitian tersebut menunjukkan terjadinya
perbedaan budaya para pelaku usaha dalam rantai pasokan di kedua daerah
tersebut. Hal tersebut berdampak pada pada tingkat hubungan logistik pada
rantai pasokan pisang. Perkembangan minat terhadap teori dan praktek manajemen
rantai pasokan agribisnis dipicu oleh beberapa faktor, yaitu : pengembangan
sosial ekonomi, pengembangan struktur pasar, pengembangan teknologi proses dan
informasi. (Tulisan ini bagian dari disertasi yang disusun penulis)