Norbertus Arya Dwiangga Martiar, Kompas.id, Sabtu, 19 Oktober 2019
JAKARTA, KOMPAS — Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia Zaldy Ilham Masita mengatakan, pembangunan infrastruktur yang mendukung konektivitas selama lima tahun terakhir berdampak positif. Dampak positif itu berupa arus logistik yang lebih lancar sekaligus memberikan tambahan pilihan moda transportasi bagi logistik.
”Tambahan pilihan moda transportasi menjadi faktor paling penting bagi logistik karena memudahkan penyesuaian dengan karateristik produk atau barang yang dibawa,” kata Zaldy.
Namun, lanjut Zaldy, dampak dari pembangunan infrastruktur yang mendukung konektivitas ke biaya logistik memerlukan waktu sekitar 3 sampai 5 tahun mendatang. Sebab, masih diperlukan penyesuaian dari aliran logistik.
Menurut Zaldy, pembangunan infrastruktur untuk mendukung konektivitas perlu difokuskan pada infrastruktur yang berdampak langsung bagi ekonomi masyarakat, yakni infrastruktur untuk pariwisata. Selain bandara, akses jalan yang bagus ke kawasan-kawasan wisata masih banyak diperlukan.
Akibat keterbatasan dana pemerintah, lanjut Zaldy, pemerintah juga mesti fokus pada pembangunan yang berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi sebuah wilayah. Selain itu, swasta juga perlu lebih banyak dilibatkan untuk membangun infrastruktur yang sudah bernilai komersial.
Sarana
Pengamat transportasi publik dari Universitas Katolik Soegijapranata, Djoko Setijowarno, berpandangan, pembangunan prasarana berupa jalan, jembatan, telah banyak dikerjakan pemerintah dalam lima tahun terakhir. Semisal pemerintah telah banyak membangun jalan lingkar pulau di luar Pulau Jawa. Dengan infrastruktur yang lebih baik, arus logistik akan lebih baik meskipun ke depan perlu penataan rantai pasok.
”Tetapi, pembangunan itu tidak diikuti dengan penyediaan sarananya, yakni membangun angkutan umum perdesaan. Padahal, ini akan menumbuhkan ekonomi di daerah. Pemerintahan Presiden Jokowi gagal menciptakan angkutan umum di perdesaan,” kata Djoko.
Pengendara sarana angkutan engkrek yang dimodifikasi dari sepeda motor membongkar muatan hasil panen limun dari tengah perkebunan ke pinggir jalan untuk diangkut truk di Desa Hegar Maneh, Kecamatan Tekokak, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Rabu (26/6/2019). Omam, pengemudi Engkrek ini dibayar Rp 300.000 per 100 keranjang jeruk limun.
Oleh karena itu, pekerjaan rumah ke depan adalah penyediaan angkutan umum di wilayah perdesaan. Agar terjangkau semua lapisan masyarakat, pemerintah mesti memberikan subsidi atau insentif.
Selain itu, menurut Djoko, pemerintah mesti lebih banyak membangun infrastruktur di luar Jawa dan fokus pada destinasi wisata. Sebab, pariwisata akan berdampak langsung pada ekonomi masyarakat setempat. Potensi keindahan alam yang didukung dengan infrastruktur yang baik akan lebih mudah mendatangkan wisatawan.
Pemerintah harus lebih banyak membangun infrastruktur di luar Jawa dan fokus pada destinasi wisata.
Positif
General Manager PT Sika Indonesia, Eddy Sutanto, menuturkan, pembangunan infrastruktur khususnya jaringan jalan tol berdampak positif bagi pelaku industri seperti dirinya. Selain waktu pengiriman lebih cepat dan terencana, ongkos atau biaya angkut dapat ditekan secara keseluruhan. PT Sika Indonesia memproduksi mortar, yakni bahan kimia perekat bahan bangunan
Sebab, lanjut Eddy, volume barang yang diangkut dapat lebih banyak karena menggunakan kendaraan lebih besar. Jika sebelumnya sekali pengiriman memuat sekitar 8 ton, kini mereka bisa memuat sampai 30 ton. Akibatnya, biaya pengiriman bisa turun 40 persen sampai 50 persen.
”Kami bukan perusahaan angkutan. Akan tetapi, itu yang kami rasakan dengan adanya jalan tol,” kata Eddy. (NAD)
Sumber:
https://bebas.kompas.id/baca/utama/2019/10/19/infrastruktur-dukung-konektivitas/