Vento Saudale, beritasatu.com, Minggu 13 Juni 2021
Jakarta, Beritasatu.com - Ketidakseriusan pemberantasan preman menyebabkan para pengusaha transportasi logistik "menyesuaikan" atau melegalkan adanya pungutan liar (pungli).
Hal itu dikatakan Ketua Dewan Pakar Asosiasi Logistik Indonesia, Nofrisel dalam dialog acara Lunch Talk BeritasatuTV, Minggu (13/6/2021).
Kata dia, Asosiasi Logistik bersama dengan asosiasi lain seperti paguyuban sopir truk maupun pengusaha ekspedisi kerap menemukan aksi-aksi premanisme hingga berujung kekerasan.
Temuan-temuan itu, kata Nofrisel berujung hingga adanya pelaporan kepada pihak pelabuhan juga pihak berwajib. Hanya saja, pelaporan itu tidak berdampak signifikan dan cenderung terabaikan.
"Kita berharap aksi itu sudah diakhiri lah. Bagi kita pengusaha juga dilematis ya, karena kita sudah tahu. Kita sudah confirm (lapor), tetapi kewenangan dan otoritas itu tidak ada sehingga kita menyesuaikan dengan kondisi yang ada," paparnya.
Hal itu menjadi salah satu faktor yang berimplikasi biaya logistik secara nasional menjadi tinggi.
Berdasarkan informasi, setiap harinya sopir harus membayar Rp 45.000 melakukan pengambilan atau pengiriman logistik di Tanjung Priok, dari sekitar 12.000 kontainer. Total rata-rata kerugian mencapai Rp 540 juta per hari.
"Kalo kita lihat, dari beberapa temuan angka dari pungli, jumlahnya cukup signifikan. Ini yang mempengaruhi tingginya, biaya logistik nasional. Salah satunya itu," tambah Nofrial.
Sumber:
https://www.beritasatu.com/nasional/786545/garagara-preman-pengusaha-terpaksa-melegalkan-pungli