Nugroho Nafika Kassa, Bisnis Indonesia, Kamis 1 Februari 2024
Pelabuhan Indonesia (Persero) Regional 4 telah merancang sejumlah strategi untuk memacu pembangunan fisik Makassar New Port (MNP) guna memaksimalkan layanan bongkar muat sebagai persiapan menjadi hub bagi Kawasan timur Indonesia.
Regional Head 4 Pelindo Enriany Muis mengatakan bahwa saat ini pihaknya tengah melakukan perluasan area MNP untuk menunjang daya tampung lapangan penumpukan menjadi 2,5 TEUs.
Peningkatan fasilitas itu akan segera diselesaikan dengan menambah panjang dermaga dari 320 meter menjadi 1.600 meter, serta luas lapangan yang juga akan diperbesar dari 39 hektare (ha) menjadi 55 ha.
Upaya ini dipandang bakal memaksimalkan kinerja bongkar muat barang yang akan menjadi layanan terdepan dalam menjadikan MNP sebagai hub.
“Dengan kapasitas yang dimiliki, maka MNP layak menjadi pelabuhan hub di wilayah timur Indonesia dengan mengkonsolidasikan barang dari wilayah barat Indonesia dibongkar dan selanjutnya dimuat kembali untuk pendistribusian di wilayah Kalimantan, Maluku dan Papua,” jelasnya kepada Bisnis, Rabu (31/1).
Saat ini, imbuhnya, aktivitas bongkar muat di MNP masih didominasi oleh komoditas dalam negeri seperti barang campuran dan bongkaran kebutuhan pokok seperti beras dan semen.
Ada juga beberapa komoditas luar negeri untuk diimpor sepert rumput laut dan nikel.
Oleh karena itu, Pelindo pun telah menyusun strategi guna meningkatkan minat para operator pelayaran untuk singgah ke pelabuhan ini.
Strategi itu a.l. penyiapan fasilitas dan infrastruktur yang modern, yaitu peralatan penanganan peti kemas berteknologi tinggi, fasilitas pendukung seperti ruang pengisian bahan bakar, perbaikan dan pemeliharaan, fasilitas pergudangan, hingga akses mudah menuju terminal.
Selain itu modernisasi, layanan komprehensif seperti layanan bongkar muat peti kemas, penimbunan peti kemas, distribusi terintegrasi, fasilitas gudang penyimpanan, penyediaan kontainer, dan lain sebagainya juga telah disiapkan.
“Terminal yang semakin modern dengan pelayanan lengkap diproyeksi akan membuat operator peti kemas lebih tertarik untuk beroperasi di terminal tersebut karena dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan mereka,” katanya.
Bahkan, pihaknya juga tengah merancang tarif dan biaya yang kompetitif untuk memancing masuknya operator. Dalam hal ini, imbuhnya, terminal harus mampu mengoptimalkan efisiensi operasional dan mengurangi biaya operasional sehingga dapat menawarkan harga yang lebih rendah dibandingkan terminal lainnya.
Enriany mengatakan bahwa strategi selanjutnya adalah peningkatan layanan serta kepuasan pelanggan melalui peningkatan efektivitas dan efisiensi operasional, mengurangi waktu tunggu, meningkatkan keamanan dan keandalan layanan, serta memberikan dukungan teknis yang memadai.
“Dengan meningkatkan pelayanan dan kepuasan pelanggan, terminal pasti dapat menarik minat operator petikemas untuk menggunakan layanan mereka secara berkelanjutan,” katanya.
PELUANG BARU
Langkah ekspansi itu dinilai bisa mengeskalasi pertumbuhan ekonomi wilayah-wilayah yang ada di bagian timur Indonesia, terutama Sulawesi Selatan (Sulsel). Bahkan, secara luas pelabuhan baru itu bisa mempengaruhi pergerakan perekonomian nasional.
Ekonom Univesitas Hasanuddin (Unhas) Hamid Paddu menjelaskan bahwa pengembangan kapasitas MNP yang telah dilakukan jelas akan mendorong turunnya biaya logistik yang dibarengi volume perputaran barang semakin besar.
Hal ini, imbuhnya, tentu akan memacu tumbuhnya industri yang semakin pesat di Sulsel.
Dia menilai bahwa posisi MNP sebagai hub logistik pun diproyeksi akan memperlebar potensi terbukanya direct call atau pelayaran langsung kapal-kapal dari Makassar kebeberapa negara tujuan, sehingga biaya ekspor akan lebih terjangkau yang akan membuat persaingan harga komoditas Sulsel bisa kompetitif.
Jika hal tersebut bisa terwujud dan berjalan secara konsisten, dapat mengekalasi pertumbuhan ekonomi Sulsel hingga di atas 9% - 10% dan bisa menopang pertumbuhan nasional di atas 6% - 7%.
“Eskalasi untuk putaran ekonomi di wilayah luar Jawa seperti Sulawesi melalui pengembangan pelabuhan menjadi masa depan karena di Pulau Jawa itu sudah mentok. dengan upaya ini saya percaya Indonesia bisa mencapai pertumbuhan di atas 6% - 7%, paling tidak kita keluar dari middle income trap,” jelasnya saat dihubungi Bisnis.
Hamid menjelaskan bahwa wilayah-wilayah di Indonesia Timur kini tinggal menyiapkan infrastruktur tambahan seperti akses langsung dari sentra produksi ke Pelabuhan dan moda transportasinya, yang mana saat ini masih menjadi tantangan serius.
Di Sulsel misalnya, infrastruktur pendukung seperti jalan tol hanya terdapat di Makassar, belum menjangkau daerah sekitarnya yang dikenal sebagai sentra produksi.
Kereta api yang direncanakan mengangkut logistik juga pembangunannya belum tuntas.
Selain itu, imbuhnya, lebar jalanan di wilayah ini juga tidak bisa mendukung akses untuk dilalui truk gandeng, sehingga pengiriman tidak bisa dalam kapasitas maksimal.
Tak ayal, Hamid berpendapat bahwa infrastruktur menjadi persoalan utama, di mana transportasi bisa menghubungkan setra produksi atau industri, dan kemudian bisa langsung menuju ke hub-nya di masiang-masing region wilayah, yaitu pelabuhannya.
“Di Sulsel, paling tidak selesaikan kereta apinya dan harus sampai ke MNP, tol itu dari industri harus sambung Pelabuhan. Intinya barang bisa langsung masuk ke Pelabuhan dengan cepat,” jelasnya.