Gloria F.K. Lawi, Bisnis Indonesia, Kamis 14 Juli 2016
JAKARTA – Pelaku usaha menyarankan pemerintah menyusun program prioritas guna meningkatkan performa logistik Indonesia yang anjlok dari peringkat 53 ke posisi 63 versi Logistics Performance Index 2016.
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia bidang Logistik dan Rantai Pasokan Rico Rustombi menyatakan penurunan Logistics Performance Index (LPI) 2016 yang dirilis Bank Dunia membuktikan paket kebijakan ekonomi pemerintah terkait dengan logistik belum ada manfaatnya.
“Apabila juru pelaksana atau aturan teknis tidak diimplementasikan ke bawah atau ke daerah, maka pemerintah harus fokus memperbaiki dengan tepat sasaran dan target pencapaian logistik yang ideal,” katanya kepada Bisnis, Rabu (13/7).
Sebenarnya, Rico menjelaskan pelaku usaha ingin bekerja sama dengan pemerintah untuk mensukseskan paket kebijakan ekonomi. Namun, dai menilai praktek di lapangan anggota Kadin atau para pelaku usaha masih terbentur ketidakjelasan aturan yang dibuat lintas sektor atau kementerian dan lembaga.
“Contoh kasus dwelling time sampai saat ini solusi yang dikeluarkan pemerintah tidak sama sekali mampu membuat biaya logistik kita turun dan bersaing,” paparnya.
Dia menjelaskan Kadin menerima banyak laporan dari pelaku usaha yang masih mengalami kesulitan di lapangan karena terlalu banyak aturan yang tidak menunjang percepatan penurunan waktu inap barang atau dwelling time di pelabuhan.
“Terkesan pemerintah atau BUMN kuat sekali dengan ego sektoralnya dan seakan mengabaikan kesulitan kami para pelaku usaha di lapangan,” tegasnya.
Rico melanjutkan Kadin memiliki kepentingan membantu pemerintah menyusun solusi agar performa logistik di Indonesia semakin membaik. Menurutnya pola koordinasi pemerintah dengan pelaku usaha kurang sinergis sehingga banyak hambatan yang dialami pelaku usaha untuk menjalankan usaha. Contoh yang paling konkret adalah pelarangan operasional angkutan barang selama lebih dari 10 hari pada periode angkutan Lebaran.
“Catatan kami bila pemerintah tidak segera membenahi kompleksitas ini, infrastruktur logistic serta peraturan dan ego sektoral kementerian atau lembaga teknis rasanya mimpi saja kalau performa logistik Indoensia akan membaik,” tandasnya.
NEGARA MARITIM
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita menyatakan penurunan peringkat LPI bukan rekayasa apalagi sejumlah responden survei itu sekitar 80% adalah perusahaan multinasional sektor logistik.
“LPI tahun ini baru dimulai surveinya pada akhir 2015, jadi jelas tidak bisa meng-cover sejumlah perubahan yang dibuat oleh Direktorat Bea dan Cukai,” ungkapnya.
Menurutnya, sejumlah program yang baru diiimplementasikan kabinet kerja Joko Widodo-Jusuf Kalla belum berdampak langsung ke LPI.
Dengan kata lain, paparnya, hasil LPI sepenuhnya adalah warisan dua tahun akhir jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan masa transisi kepemimpinan.
Sejumlah program yang disusun Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan belum masuk dalam penilaian survei LPI antara lain Kebijakan Pusat Logistik Berikat (PLB) dan Indonesia National Single Window. Satu catatan penting untuk Bea dan Cukai terkait buruknya sistem CIESA.
“Metode survei ini juga sebenarnya sangat kualitatif tergantung persepsi responden, maka kami sempat berkata data itu tidak sepenuhnya valid karena mayoritas responden adalah perusahaan multinasional, tetapi untuk sementara bisa dijadikan acuan garis besar saja,” tegasnya.
Adapun catatan yang penting dari LPI kepada Indonesia terkait buruknya perencanaan pembangunan infrastruktur yang tidak sesuai prioritas.
Zaldy berpendapat pemerintah tidak konsisten dalam menyusun roadmap pembangunan infrastruktur guna menurunkan biaya logistik.
“Awalnya mau menjadi negara maritim, pemerintah banyak membuat jalan tol. Kalau ingin membuat negara maritim, harus investasi lebih banyak di pelabuhan, dan tol laut bersubsidi, tetapi ini malah banyak investasi untuk darat,” jelasnya.
Zaldy melanjutkan pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla seharusnya fokus di pelabuhan. Jika ingin menarik investor kepelabuhanan.