Kompas, 19 Maret 2014
JAKARTA, KOMPAS - Industri logistik Indonesia diperkirakan tumbuh sebesar 14,7% menjadi Rp. 1.816 triliun pada tahun 2014. Pertumbuhan ini dipicu sektor jasa dan konsumsi rumah tangga. Namun, kesiapan infrastruktur yang mendukung industri logistik masih jauh dari memuaskan sehingga dikhawatirkan belum dapat menurunkan ongkos logistik di Indonesia.
Gopal R, Global Vice Presiden , Transportation, and Logistic Practive di Frost dan Sullivan, mengatakan bahwa pertumbuhan dalam indikator kunci makroekonomi, seperti produk domestik bruto, pertumbuhan ekonomi, dan daya beli, akan mendorong konsumsi yang akhirnya meningkatkan nilai dan jumlah perdagangan serta membantu distribusi barang.
"Pertumbuhan dalam perdagangan internasional akan mendorong integrasi regional, menghilangkan hambatan perdagangan, dan meningkatkan angkutan barang yang semakin tinggi sehingga pada akhirnya menyebabkan peningkatan dalam layanan transportasi. Selain itu, pertumbuhan kelas menengah juga mengambil peran yang cukup nyata," kata Gopal di Jakarta (18/3).
Kondisi ini akan sangat menguntungkan transportasi laut. Frost dan Sullivan memperkirakan pertumbuhan di industri transportasi laut akan tumbuh 4,3 persen dengan total volume pengangkutan mencapai 1,04 miliar ton.
Dengan kondisi ini, Pelabuhan Tanjung Priok akan meningkat kapasitasnya dari 5 juta TEU (ekuivalen 20 kaki unit) per tahun menjadi 18 juta TEU. Demikian juga dengan kargo yang diangkut dengan kereta api akan meningkat 8,5 persen dari 23,6 juta ton pada tahun 2013 menjadi 25,5 juta ton pada tahun 2014.
Sementara itu, Presiden Asosiasi Logistik Indonesia Zaldy I Masita mengatakan bahwa pertumbuhan logistik yang tinggi jika tidak ditopang dengan pertumbuhan infrastruktur.
"Bisa dibayangkan jika Pelabuhan Kalibaru yang berkapasitas 10-12 juta TEU per tahun sudah selesai dibangun, akan seperti apa macetnya di jalan raya," kata Zaldy. (ARN)